- Posted by:
- Category: Tax Insight

Pemerintah sedang giat memompa aliran investasi ke dalam negeri. Investasi diharapkan turut menyemarakkan aktivitas ekonomi nasional serta menciptakan lapangan kerja baru untuk menekan angka pengangguran.
Keran investasi yang terbuka lebar semestinya juga akan membawa dampak positif pada penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak. Pemerintah pun lantas menyiapkan beragam insentif agar investasi, baik dari investor asing maupun domestik, terealisasi.
Kendati demikian, tidak semua insentif tersebut berjalan optimal. Contohnya adalah investment allowance yang sudah bergulir sejak 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 16/2020. Melalui insentif tersebut, Wajib Pajak Badan dari 45 sektor industri dapat menerima fasilitas pengurangan penghasilan neto.
Syaratnya, mereka harus melakukan penanaman modal baru atau memperluas usaha pada bidang tertentu yang merupakan industri padat karya. Sungguh sayang, menurut Laporan Keuangan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2021, hingga pengujung 2021 belum ada satu pun Wajib Pajak Badan yang disetujui untuk mendapatkan insentif tersebut. Malah jika dirunut ke belakang, hanya ada lima Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pemanfaatan investment allowance.
Memang kita tidak bisa menutup mata bahwa ada dampak pandemi Covid-19 yang turut memengaruhi. Jangankan berekspansi, untuk bertahan selama pandemi saja, tak sedikit pelaku usaha kelimpungan. Alhasil, insentif yang sejatinya baik itu pun terlewatkan.Tak heran jika belakangan Pemerintah pun bakal mengevaluasi pemberian insentif tersebut.
Apalagi, sejatinya sinyal kebangkitan dunia usaha sudah makin menguat belakangan ini seiring dengan penanganan pandemi yang makin baik. Kondisi tersebut merupakan momentum yang tepat untuk membenahi aturan yang ada agar dapat berjalan optimal. Tentu tak hanya investment allowance saja, insentif maupun kebijakan lain yang berkaitan dengan investasi dan pemulihan ekonomi rasanya juga layak dievaluasi dan diperbaiki agar lebih baik dan tepat sasaran. Toh saat ini pun sebenarnya Pemerintah sedang punya tugas amat penting untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja.
Aturan sapu jagat yang menjadi fondasi dalam mendongkrak investasi serta penciptaan lapangan kerja baru. Penyelarasan aturan semestinya dapat dilakukan dengan lebih baik. Namun, langkah tersebut juga harus dilakukan dengan cermat dan terukur, agar tidak justru menimbulkan kesan adanya ketidakpastian hukum lantaran peraturan yang sering berubah.
Patut diingat bahwa persepsi investor atas kepastian hukum amat berpengaruh pada keputusan investasi mereka. Demikian pula dengan situasi ekonomi yang kondusif serta perizinan yang mendukung. Tidak boleh lagi ada birokrasi yang rumit dan tidak efektif karena berisiko menghambat masuknya penanaman modal.
Berbagai aspek tersebut harus diperhatikan jika pemerintah ingin aliran investasi ke dalam negeri tak tersendat. Apalagi pada tahun ini pemerintah punya target investasi yang tergolong tinggi yakni Rp1.200 triliun, naik 33,15% jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun lalu yang tercatat Rp901,2 triliun. Adapun, dalam Rencana Kerja Pemerintah 2023, target penanaman modal dipatok di kisaran Rp1.250 triliun—Rp1.400 triliun.
Kita memahami bahwa situasi saat ini sedang menantang, khususnya akibat ketidakpastian global. Namun, dengan kebijakan yang adaptif dan pro investasi, kita bisa berharap daya tarik Indonesia tetap terjaga, sehingga target-target yang telah ditetapkan tersebut dapat tercapai.
Sumber : https://bisnisindonesia.id/article/memacu-aliran-investasi